A. Kualitas Air
Hasil pemantauan kualitas air pada 2 sungai
utama dikota Purwokerto yang meliputi sungai Kranji dan Banjaran menunjukan
parameter : BOD, lebih tinggi dibandingkan baku mutu (PP 82/2001) untuk kelas
II dan kelas III. Pada sungai Banjaran, kenaikan nilai BOD sejalan dengan arah
menuju hilir terutama pada
titik setelah melewati perkotaan, sedangkan pada
sungai Kranji semua titik pengambilan sample menghasilkan nillai BOD yang
diatas ambang batas. Hasil pemantauan tahun 2008 jika dibandingkan dengan hasil
pemantauan tahun 2007 menunjukan terjadinya penurunan kualaitas perairan sungai
tersebut. Sedangkan hasil pengukuran di Sungai Mengaji pada periode yang sama
semua parameter di bawah ambang batas. Dampak perubahan kualitas air terhadap
penduduk sekitar sungai belum tampak apabila dilihat dari derajat kesehatan
penduduk.
B. Kuantitas Air/ Ketersediaan Air
Kebutuhan air bersih untuk manusia akan terus
meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, dengan menggunakan asumsi
kebutuhan air bersih penduduk rumah tangga (domestik) perkotaan adalah sebesar
120 liter/hari/orang, sedangkan untuk penduduk pedesaan sebesar 60
liter/orang/hari. Kebutuhan pelayanan umum diperkirakan sebesar 30% , kebutuhan
fasilitas sosial dan perkantoran sebesar 20%, kegiatan bisnis (ekonomi) sebesar
15% dan kegiatan industri sebesar 20% dari kebutuhan penduduk. Tingkat
kebocoran air sebesar 30%. Dengan pendekatan tersebut maka kebutuhan air bersih
di Kabupaten Banyumas pada tahun 2007 adalah sebesar 422.254.898 liter per hari
dan kebutuhan tersebut akan meningkat menjadi 445.311.509 liter hari pada tahun
2012 (RTRW Kabupaten Banyumas 2005-2015). Sedangkan produksi air bersih dari
PDAM Purwokerto tercatat sebesar 16.629 m3/tahun yang sebagian besar berasal
dari mata air ,pemanfaatan air tanah oleh industri, rumah sakit dan hotel
sebesar 40.262 m3/tahun.Selain kebutuhan air untuk kehidupan manusia, juga
dibutuhkan air untuk kebutuhan irigasi pertanian secara menyeluruh. Kebutuhan
air irigasi dihitung berdasarkan asumsi 1,4 liter /detik /ha maka kebutuhan air
untuk irigasi di Kabupaten Banyumas sebesar 30.332 liter/detik/hari.
Ketersediaan air bersih baik yang berasal dari
air permukaan maupun air tanah cenderung menurun baik jumlah maupun
kualitasnya. Hal ini berkaitan dengan adanya kenyataan bahwa terjadinya
peningkatan jumlah desa rawan air bersih pada setiap musim kemarau. Selain itu,
dilihat dari perkembangan penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Banyumas selama
kurun waktu 5 tahun terakhir, yaitu 2001 – 2006 dapat diketahui bahwa
penggunaan lahan hutan rakyat dan penggunaan lahan sawah pengairan sederhana
merupakan jenis penggunaan lahan yang banyak mengalami konversi (perubahan
penggunaan lahan) di wilayah Kabupaten Banyumas dan konsekwensinya penggunaan
lahan ini mengalami penurunan luas lahan. Air merupakan salah satu kebutuhan
dasar mahluk hidup, baik hewan, tumbuhan, mikroorganisme maupun manusia
sehingga ketersediaan air menjadi hal yang sangat penting. Selain dipergunakan
untuk kebutuhan dasar makhluk hidup air juga menjadi media yang penting untuk
industri secara umum dan kesehatan masyarakat yang secara langsung akan
mempengaruhi aspek sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat.
Penggunaan lahan hutan rakyat mengalami
perubahan rata-rata 4,25% pertahun sedangkan penggunaan lahan sawah pengairan
sederhana mengalami konversi sebesar 3,95% pertahun. Perkembangan penggunaan
lahan yang terjadi di wilayah kabupaten memberikan informasi bahwa jenis
penggunaan lahan yang sering dan banyak mengalami perubahan lahan menjadi jenis
penggunaan lahan lain adalah lahan pertanian basah maupun lahan kering.
Terjadinya proses penggunaan lahan pertanian menjadi penggunaan non pertanian
khususnya di wilayah perkotaan, seperti perumahan, industri, perkantoran dan
lain-lain merupakan indikasi terjadinya peralihan fungsi ruang dari peruntukkan
agraris untuk penggunaan non agraris. Proses ini merupakan proses berdasarkan
kaidah alamiah atau proses tuntutan pasar (market), karena usaha di bidang
pertanian khususnya di perkotaan menjadi kurang prospektif seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan pembangunan khususnya di wilayah perkotaan.
Kondisi demikian dilihat dari sisi neraca air akan sangat mengganggu, karena
luas lahan terbuka yang merupakan daerah tangkapan air menjadi berkurang,
sehingga ketersediaan air tanah menurun dan menyebabkan bangkitan banjir bagi
daerah bawahannya. Kondisi demikian diperparah dengan adanya penebangan pohon
atau alih fungsi lahan hutan untuk lahan pertanian. Kecendrungan bahaya banjir
yang semakin serius dimusim hujan dan bahaya kekeringan atau krisis air dimusim
kemarau, adalah fenomena yang pada hakekatnya merupakan ancaman besar bagi
masyarakat, baik dari sisi keselamatan, kesehatan, ekonomi maupun pembiayaan
dari Pemerintah Kabupaten Banyumas.
Penurunan kualitas dan kuantitas air tawar
untuk air bersih dalam jangka panjang akan mengalihkan pemanfaatan air baku
dari air tanah dan mata air ke air sungai yang di Kabupaten Banyumas potensinya
cukup besar. Namun demikian kendala yang dihadapi adalah adanya pencemaran air
sungai oleh limbah, baik pertanian, limbah industri maupun limbah rumah tangga.
Pencemaran air sungai terutama terdapat di wilayah perkotaan yang meliputi
sungai Kranji, Banjaran, Pelus, Mengaji, dan Logawa. Hasil pengukuran kualitas
air di sungai tersebut menunjukkan terdapatnya pencemaran bahan organik. Dengan
adanya bahan pencemar pada badan air di sungai tersebut, maka status sungai-sungai
tersebut berada pada kondisi tercemar sedang.
Di Pulau Jawa yang tingkat kepadatan
penduduknya tertinggi di Indonesia dan tingkat pembangunannya paling
maju,ketersediaan air diperkirakan tinggal 1,750 meter kubik per kapitaper
tahun. Bandingkan dengan standar kecukupan air sebesar 2.000 meter kubik per
tahun. Hal tersebut akan merosot sampai 1.200 meter kubik per kapita pertahun
tatkala penduduk Indonesia mencapai 280 juta pada tahun 2020, dimana 150juta di
antaranya tinggal di pulauJawa (Budiman Arif, 1999). Menurut Afandi (1994), di
Indonesia, kebutuhan air untuk keperluan domestik (rumah tangga) di pedesaan
kurang lebih 120 liter per-orang per hari. Terjadinya situasi demand side
effect terhadap keberadaan air akan berakibat bahwa air tidak dapat berfungsi
sebagai komoditas publik (public goods). Pada akhirnya air akan bergeser
fungsinya menjadi komoditas ekonomi (economicgoods), yang kehilangan
makna sosialnya (Sudar D. Atmanto,1999).
Situasi tersebut di atas berakibat semakin
kritisnya kondisi hidrologis dan kelestarian konservasi air, serta semakin
tingginya tingkat pencemaran di sumber-sumber air. Semakin jeleknya fungsi
tangkapan air di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS), berakibat semakin
langkanya air pada musim kemarau dan menjadi bencana banjir pada musim hujan.
Adi Sarwoko menyebutkan bahwa pada tahun 1999, dari 470 DAS di Indonesia,62 di
antaranya kritis. Degradasi DAS merupakan akibat perubahan fungsi daerah
tangkapan airdengan meningkatnya sedimentasi dan menurunnya kinerja bangunan penampung
air .
Konservasi air mengacu pada tindakan yang
diambil supaya air dimanfaatkan secarabijaksana dan efisien, yaitu dengan
caramengurangi pemakaian berlebihan, kehilangan air,dan pemborosan. Konservasi
air terdiri atas duabagian : konservasi sumber daya air – pengelolaan yang
efisien, penyimpanan, alokasi dan penyaluran air baku di sumbernya; dan
konservasi suplai air -distribusi dengan kehilangan air minimum dan penghematan
air. Kepedulian konservasi air (KKA) adalah pemahaman tentang perlunya menggunakan
air dengan lebih bijaksana dan efisien di semua tahap,mulai dari tempat
penampungan hingga ke tempat pemakai. Dengan KKA diharapkan terjadi perubahan
sikap dan perilaku yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan air.
Pemborosan Air, air yang diambil dari sumber
sumber di permukaan dan air tanah untuk kegiatanmanusia banyak yang diboroskan
atau tidakdimanfaatkan dengan efisien. Keadaan makin diperburuk lagi oleh
rembesan yang menyebabkan water logging dan penggaraman sekitar dari 20% dari lahan
irigasi di dunia yang berakibat pada penurunan hasil pertanian. Akibat lain
dari pengelolaan lahan dan air yang buruk adalah erosi tanah pertanian tadah
hujan. Erosi menyebabkan penurunan produksi pertanian dan merusak sumberdaya
air dengan membawa sedimen dalam jumlah besar ke dalam aliran dan sungai;
akibatnya adalah penurunan kapasitas waduk. Banyak proses industri yang
penggunaan airnya tidak efisien dan tidak mengadakan penghematan melalui
berbagai teknik seperti misalnya daur ulang. Kehilangan air juga terjadi dalam
sistem distribusi air untuk masyarakat (PDAM), terutama ditempat-tempat yang
jalur distribusinya sudah tua dan tidak terpelihara baik. Kebocoran sampai 50%
merupakan hal biasa di negara-negara berkembang.
Terjadinya kekeringan di berbagai wilayah,
hilangnya banyak sumber mata air di wilayah perdesaan, turunnya muka air tanah,
turunnya debit air sungai maupun sumber intake pelayanan air minum, merupakan
isyarat adanya penurunan kualitas lingkungan hidup di Kabupaten Banyumas. Perlu
dilakukan langkah-langkah strategis untuk mengatasinya melalui serangkaian
penciptaan kebijakan yang menyeluruh dan komprehensif melalui kegiatan-kegiatan
yang mengarah pada upaya konservasi sumber daya alam. Kegiatan dalam mendukung
Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA) yang bertujuan
mengendalikan keseimbangan siklus hidrologi pada Daerah Aliran Sungai (DAS)
sehingga keandalan sumber-sumber air baik kuantitas maupun kualitas airnya
terkendali, melalui pemberdayaan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam
rangka ketahanan pangan, peningkatan ekonomi, pengentasan kemiskinan dan
perlindungan ekosistem, melalui tindak nyata kemitraan pemilik kepentingan SDA,
dapat dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan keberlanjutan pembangunan.
gambar curuge apik....
ReplyDeleteiya donk.. :)
Deleteini sumber pustakanya dari mana ya mas ? tolong dilampirkan.. suwun
Delete