Friday 9 November 2012

KONDISI AIR PERMUKAAN BANYUMAS



A. Kualitas Air


Hasil pemantauan kualitas air pada 2 sungai utama dikota Purwokerto yang meliputi sungai Kranji dan Banjaran menunjukan parameter : BOD, lebih tinggi dibandingkan baku mutu (PP 82/2001) untuk kelas II dan kelas III. Pada sungai Banjaran, kenaikan nilai BOD sejalan dengan arah menuju hilir terutama pada
titik setelah melewati perkotaan, sedangkan pada sungai Kranji semua titik pengambilan sample menghasilkan nillai BOD yang diatas ambang batas. Hasil pemantauan tahun 2008 jika dibandingkan dengan hasil pemantauan tahun 2007 menunjukan terjadinya penurunan kualaitas perairan sungai tersebut. Sedangkan hasil pengukuran di Sungai Mengaji pada periode yang sama semua parameter di bawah ambang batas. Dampak perubahan kualitas air terhadap penduduk sekitar sungai belum tampak apabila dilihat dari derajat kesehatan penduduk.

B. Kuantitas Air/ Ketersediaan Air

Kebutuhan air bersih untuk manusia akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, dengan menggunakan asumsi kebutuhan air bersih penduduk rumah tangga (domestik) perkotaan adalah sebesar 120 liter/hari/orang, sedangkan untuk penduduk pedesaan sebesar 60 liter/orang/hari. Kebutuhan pelayanan umum diperkirakan sebesar 30% , kebutuhan fasilitas sosial dan perkantoran sebesar 20%, kegiatan bisnis (ekonomi) sebesar 15% dan kegiatan industri sebesar 20% dari kebutuhan penduduk. Tingkat kebocoran air sebesar 30%. Dengan pendekatan tersebut maka kebutuhan air bersih di Kabupaten Banyumas pada tahun 2007 adalah sebesar 422.254.898 liter per hari dan kebutuhan tersebut akan meningkat menjadi 445.311.509 liter hari pada tahun 2012 (RTRW Kabupaten Banyumas 2005-2015). Sedangkan produksi air bersih dari PDAM Purwokerto tercatat sebesar 16.629 m3/tahun yang sebagian besar berasal dari mata air ,pemanfaatan air tanah oleh industri, rumah sakit dan hotel sebesar 40.262 m3/tahun.Selain kebutuhan air untuk kehidupan manusia, juga dibutuhkan air untuk kebutuhan irigasi pertanian secara menyeluruh. Kebutuhan air irigasi dihitung berdasarkan asumsi 1,4 liter /detik /ha maka kebutuhan air untuk irigasi di Kabupaten Banyumas sebesar 30.332 liter/detik/hari.
Ketersediaan air bersih baik yang berasal dari air permukaan maupun air tanah cenderung menurun baik jumlah maupun kualitasnya. Hal ini berkaitan dengan adanya kenyataan bahwa terjadinya peningkatan jumlah desa rawan air bersih pada setiap musim kemarau. Selain itu, dilihat dari perkembangan penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Banyumas selama kurun waktu 5 tahun terakhir, yaitu 2001 – 2006 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan hutan rakyat dan penggunaan lahan sawah pengairan sederhana merupakan jenis penggunaan lahan yang banyak mengalami konversi (perubahan penggunaan lahan) di wilayah Kabupaten Banyumas dan konsekwensinya penggunaan lahan ini mengalami penurunan luas lahan. Air merupakan salah satu kebutuhan dasar mahluk hidup, baik hewan, tumbuhan, mikroorganisme maupun manusia sehingga ketersediaan air menjadi hal yang sangat penting. Selain dipergunakan untuk kebutuhan dasar makhluk hidup air juga menjadi media yang penting untuk industri secara umum dan kesehatan masyarakat yang secara langsung akan mempengaruhi aspek sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat.
Penggunaan lahan hutan rakyat mengalami perubahan rata-rata 4,25% pertahun sedangkan penggunaan lahan sawah pengairan sederhana mengalami konversi sebesar 3,95% pertahun. Perkembangan penggunaan lahan yang terjadi di wilayah kabupaten memberikan informasi bahwa jenis penggunaan lahan yang sering dan banyak mengalami perubahan lahan menjadi jenis penggunaan lahan lain adalah lahan pertanian basah maupun lahan kering. Terjadinya proses penggunaan lahan pertanian menjadi penggunaan non pertanian khususnya di wilayah perkotaan, seperti perumahan, industri, perkantoran dan lain-lain merupakan indikasi terjadinya peralihan fungsi ruang dari peruntukkan agraris untuk penggunaan non agraris. Proses ini merupakan proses berdasarkan kaidah alamiah atau proses tuntutan pasar (market), karena usaha di bidang pertanian khususnya di perkotaan menjadi kurang prospektif seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan pembangunan khususnya di wilayah perkotaan. Kondisi demikian dilihat dari sisi neraca air akan sangat mengganggu, karena luas lahan terbuka yang merupakan daerah tangkapan air menjadi berkurang, sehingga ketersediaan air tanah menurun dan menyebabkan bangkitan banjir bagi daerah bawahannya. Kondisi demikian diperparah dengan adanya penebangan pohon atau alih fungsi lahan hutan untuk lahan pertanian. Kecendrungan bahaya banjir yang semakin serius dimusim hujan dan bahaya kekeringan atau krisis air dimusim kemarau, adalah fenomena yang pada hakekatnya merupakan ancaman besar bagi masyarakat, baik dari sisi keselamatan, kesehatan, ekonomi maupun pembiayaan dari Pemerintah Kabupaten Banyumas.
Penurunan kualitas dan kuantitas air tawar untuk air bersih dalam jangka panjang akan mengalihkan pemanfaatan air baku dari air tanah dan mata air ke air sungai yang di Kabupaten Banyumas potensinya cukup besar. Namun demikian kendala yang dihadapi adalah adanya pencemaran air sungai oleh limbah, baik pertanian, limbah industri maupun limbah rumah tangga. Pencemaran air sungai terutama terdapat di wilayah perkotaan yang meliputi sungai Kranji, Banjaran, Pelus, Mengaji, dan Logawa. Hasil pengukuran kualitas air di sungai tersebut menunjukkan terdapatnya pencemaran bahan organik. Dengan adanya bahan pencemar pada badan air di sungai tersebut, maka status sungai-sungai tersebut berada pada kondisi tercemar sedang.
Di Pulau Jawa yang tingkat kepadatan penduduknya tertinggi di Indonesia dan tingkat pembangunannya paling maju,ketersediaan air diperkirakan tinggal 1,750 meter kubik per kapitaper tahun. Bandingkan dengan standar kecukupan air sebesar 2.000 meter kubik per tahun. Hal tersebut akan merosot sampai 1.200 meter kubik per kapita pertahun tatkala penduduk Indonesia mencapai 280 juta pada tahun 2020, dimana 150juta di antaranya tinggal di pulauJawa (Budiman Arif, 1999). Menurut Afandi (1994), di Indonesia, kebutuhan air untuk keperluan domestik (rumah tangga) di pedesaan kurang lebih 120 liter per-orang per hari. Terjadinya situasi demand side effect terhadap keberadaan air akan berakibat bahwa air tidak dapat berfungsi sebagai komoditas publik (public goods). Pada akhirnya air akan bergeser fungsinya menjadi komoditas ekonomi (economicgoods), yang kehilangan makna sosialnya (Sudar D. Atmanto,1999).
Situasi tersebut di atas berakibat semakin kritisnya kondisi hidrologis dan kelestarian konservasi air, serta semakin tingginya tingkat pencemaran di sumber-sumber air. Semakin jeleknya fungsi tangkapan air di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS), berakibat semakin langkanya air pada musim kemarau dan menjadi bencana banjir pada musim hujan. Adi Sarwoko menyebutkan bahwa pada tahun 1999, dari 470 DAS di Indonesia,62 di antaranya kritis. Degradasi DAS merupakan akibat perubahan fungsi daerah tangkapan airdengan meningkatnya sedimentasi dan menurunnya kinerja bangunan penampung air .
Konservasi air mengacu pada tindakan yang diambil supaya air dimanfaatkan secarabijaksana dan efisien, yaitu dengan caramengurangi pemakaian berlebihan, kehilangan air,dan pemborosan. Konservasi air terdiri atas duabagian : konservasi sumber daya air – pengelolaan yang efisien, penyimpanan, alokasi dan penyaluran air baku di sumbernya; dan konservasi suplai air -distribusi dengan kehilangan air minimum dan penghematan air. Kepedulian konservasi air (KKA) adalah pemahaman tentang perlunya menggunakan air dengan lebih bijaksana dan efisien di semua tahap,mulai dari tempat penampungan hingga ke tempat pemakai. Dengan KKA diharapkan terjadi perubahan sikap dan perilaku yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan air.
Pemborosan Air, air yang diambil dari sumber sumber di permukaan dan air tanah untuk kegiatanmanusia banyak yang diboroskan atau tidakdimanfaatkan dengan efisien. Keadaan makin diperburuk lagi oleh rembesan yang menyebabkan water logging dan penggaraman sekitar dari 20% dari lahan irigasi di dunia yang berakibat pada penurunan hasil pertanian. Akibat lain dari pengelolaan lahan dan air yang buruk adalah erosi tanah pertanian tadah hujan. Erosi menyebabkan penurunan produksi pertanian dan merusak sumberdaya air dengan membawa sedimen dalam jumlah besar ke dalam aliran dan sungai; akibatnya adalah penurunan kapasitas waduk. Banyak proses industri yang penggunaan airnya tidak efisien dan tidak mengadakan penghematan melalui berbagai teknik seperti misalnya daur ulang. Kehilangan air juga terjadi dalam sistem distribusi air untuk masyarakat (PDAM), terutama ditempat-tempat yang jalur distribusinya sudah tua dan tidak terpelihara baik. Kebocoran sampai 50% merupakan hal biasa di negara-negara berkembang. 



Terjadinya kekeringan di berbagai wilayah, hilangnya banyak sumber mata air di wilayah perdesaan, turunnya muka air tanah, turunnya debit air sungai maupun sumber intake pelayanan air minum, merupakan isyarat adanya penurunan kualitas lingkungan hidup di Kabupaten Banyumas. Perlu dilakukan langkah-langkah strategis untuk mengatasinya melalui serangkaian penciptaan kebijakan yang menyeluruh dan komprehensif melalui kegiatan-kegiatan yang mengarah pada upaya konservasi sumber daya alam. Kegiatan dalam mendukung Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA) yang bertujuan mengendalikan keseimbangan siklus hidrologi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) sehingga keandalan sumber-sumber air baik kuantitas maupun kualitas airnya terkendali, melalui pemberdayaan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam rangka ketahanan pangan, peningkatan ekonomi, pengentasan kemiskinan dan perlindungan ekosistem, melalui tindak nyata kemitraan pemilik kepentingan SDA, dapat dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan keberlanjutan pembangunan.


3 comments: